Abad Pertengahan Eropa (Abad 6 – 15 M) -
Zaman pertengahan merupakan suatu kurun waktu yang ada hubungannya dengan
sejarah bangsa-bangsa di benua Eropa. Pengertian umum tentang zaman pertengahan
yang berkaitan dengan perkembangan pengetahuan ialah suatu periode panjang yang
dimulai dari jatuhnya kekaisaran Romawi Barat tahun 476 M hingga timbulnya
Renaissance di Italia.
Zaman
Pertengahan (Middle Age) ditandai dengan pengaruh yang cukup besar dari agama
Katolik terhadap kekaisaran dan perkembangan kebudayaan pada saat itu. Pada
umumnya orang Romawi sibuk dengan masalah keagamaan tanpa memperhatikan masalah
duniawi dan ilmu pengetahuan. Pada masa itu yang tampil dalam lapangan ilmu
pengetahuan adalah para teolog. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah
para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan..
Dengan kata lain, kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama.
Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologiae, abdi
agama. Oleh karena itu sejak jatuhnya kekaisaran Romawi Barat hingga kira-kira
abad ke-10, di Eropa tidak ada kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan yang
spektakuler yang dapat dikemukakan. Periode ini dikenal pula dengan sebutan
abad kegelapan.
Menjelang berakhirnya abad tengah, ada beberapa kemajuan yang tampak dalam masyarakat yang berupa penemuan-penemuan. Penemuan-penemuan tersebut antara lain pembaharuan penggunaan bajak yang dapat mengurangi penggunaan energi petani. Kincir air mulai digunakan untuk menggiling jagung. Pada abad ke-13 ada pula kemajuan dan pembaharuan dalam bidang perkapalan dan navigasi pelayaran. Perlengkapan kapal memperoleh kemajuan sehingga kapal dapat digunakan lebih efektif. Alatalat navigasinya pun mendapat kemajuan pula. Kompas mulai digunakan orang di Eropa. Keterampilan dalam membuat tekstil dan pengolahan kulit memperoleh kemajuan setelah orang mengenal alat pemintal kapas. Kemajuan lain yang penting pada masa akhir abad tengah adalah keterampilan dalam pembuatan kertas. Keterampilan ini berasal dari Cina dan dibawa oleh orang Islam ke Spanyol. Di samping itu orang juga telah mengenal percetakan dan pembuatan bahan peledak. Berbeda dengan keadaan di Eropa yang mengalami abad kegelapan, di dunia Islam pada masa yang sama justru mengalami masa keemasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peradaban dunia Islam, terutama pada zaman Bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad 7 M, delapan abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus melakukannya. Pada zaman keemasan kebudayaan Islam juga dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani, dan bahkan khalifah Al Makmun telah mendirikan Rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) pada abad 9 M. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada dunia Islam tersebut dimungkinkan oleh adanya pengamatan yang terusmenerus dan pencatatam yang teratur serta adanya dorongan dan bantuan dari pihak para raja yang memerintah. Dengan demikian untuk pertama kalinya dalam sejarah, tiga faktor penting, yaitu politik, agama dan ilmu pengetahuan, berada pada satu tangan, raja atau sultan. Keadaan ini sangat menguntungkan perkembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut. Selama 600 – 700 tahun lamanya kemajuan kebudayaan dan ilmu pengetahuan tetap ada pada bangsa-bangsa yang beragama Islam.
Menurut
Slamet Iman Santoso (1997: 64) sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan
dalam tiga hal, yaitu : (1) menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan
menyebarluaskannya sedemikian rupa, sehingga pengetahuan ini menjadi dasar
perkembangan dan kemajuan di dunia Barat sampai sekarang, (2) memperluas
pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia,
ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan, dan (3) menegaskan sistem desimal dan
dasar-dasar aljabar. Beberapa orang yang memberi sumbangan besar dalam
perkembangan pengetahuan dan teknologi di dunia Islam antara lain Al
Khawarizmi, Omar Khayam, Jabir Ibnu Hayan, Al-Razi, Ali Ibnu Sina, Al-Idrisi
dan Ibn Khaldun. Muhammad Ahmad Al-Khawarizmi menyusun buku Aljabar pada
tahun
825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad lamanya di Eropa. Ia juga
menulis buku tentang perhitungan biasa (arithmetics). Buku tersebut menjadi
pembuka jalan di Eropa untuk mempergunakan cara desimal, yang menggantikan penulisan
dengan angka Romawi. Khawarizmi juga telah memperkenalkan persamaan pangkat dua
dalam aljabar. Omar Khayam (1043-1132) seorang penyair, sekaligus ahli
perbintangan dan ahli matematik telah menemukan pemecahan persamaan
pangkat tiga. Pemecahannya itu berdasarkan planimetri dan potongan-potongan
kerucut. Jadi barangkali dengan cara grafik dan belum dapat menemukan semua
akar dari persamaan pangkat tiga. Khayam juga menemukan suatu soal matematik
yang belum terpecahkan sampai sekarang, yaitu bilangan A3 ditambah bilangan B3
tidak mungkin sama dengan bilangan C3. Penemuan ini pada abad ke-17
digeneralisasikan oleh Fermet (1601-1665) menjadi “semua pangkat: Xn + Yn = Zn,
dengan ketentuan n lebih besar dari 2 (Santoso, 1977: 62). Jabir Ibnu
Hayan (720 – 800 M) banyak mengadakan eksperimen, antara lain tentang
kristalisasi, melarutkan, sublimasi, dan reduksi. Di samping mengadakan
eksperimen, ia juga banyak menulis antara lain tentang proses pembuatan baja,
pemurnian logam, memberi warna pada kain dan kulit, cara membuat kain tahan
air, dan pembuatan zat warna untuk rambut. Ia juga menulis tentang pembuatan
tinta, pembuatan gelas, cara memekatkan asam cuka dengan cara destilasi.
Mengenai unsure-unsur ia berpendapat bahwa logam atau mineral itu terdiri atas dua
unsure penting yakni raksa dan belerang dengan berbagai macam susunan. Logam
atau mineral berbeda karena susunan unsur-unsurnya berbeda. Dalam bidang
kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti : Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria
Al-Razi atau di negara Barat dikenal dengan sebutan Razes (850-923 M) dan Ibn
Sina atau Avicenna (980-1037 M). Razes sangat banyak menulis buku, diantaranya
100 buah buku tentang kedokteran, 33 buah buku tentang ilmu pengetahuan alam
termasuk alkimia, 11 buah buku tentang matematika dan astronomi, dan lebih dari
45 buah buku tentang filsafat dan teologia. Salah satu hasil karyanya
tersebut adalah sebuah ensiklopedia kedokteran berjudul Continens. Sementara
itu Ibn Sina juga menulis buku-buku tentang kedokteran yang diberi nama Al-Qanun.
Buku ini menjadi buku standar dalam ilmu kedokteran di Eropa sampai ± tahun
1650. Buku tersebut ditulis dengan sangat sistematis dan teliti. Mungkin itulah
sebabnya, buku tersebut dapat bertahan sekian lamanya (Santoso, 1997: 63).
Selain itu Abu’l Qasim atau Abu’l Casis menulis sebuah ensiklopedi kedokteran,
yang antara lain menelaah ilmu bedah serta menunjukkan peralatan yang dipakai
masa itu (± tahun 1013). Ibn Rushd atau Averoes (1126-1198 M) seorang ahli
kedokteran yang menerjemahkan dan mengomentari karya-karya Aristoteles. Dari
tulisannya terbukti bahwa Ibn Rushd mengikuti aliran evolusionisme, yaitu
aliran yang berkeyakinan bahwa semua yang ada di dunia tidak tercipta tiba-tiba
dan dalam keadaan yang selesai, melainkan semuanya terjadi melalui perkembangan,
untuk akhirnya menjelma dalam keadaan yang selesai.
Tokoh
lain yang juga turut berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan di dunia
Islam, terutama dalam bidang geografi adalah Al- Idrisi (1100-1166 M). Ia telah
membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa itu untuk disampaikan kepada
Raja Roger II dari kerajaan Sicillia. Dalam khasanah pengetahuan sosial, di
Dunia Islam terdapat nama Ibn Khaldun (1332 – 1406 M), yang memiliki nama
lengkap Abu Zaid Abdal-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Ia merupakan
seorang ahli sejarah, politik, sosiologi, dan ekonomi. Ia sering dianggap
sebagi perintis ilmu sosial dan peletak dasar sosiologi. Hasil karyanya yang
termasyhur adalah sebuah buku berjudul Al-Muqaddimah. Dalam bukunya tersebut,
ia membahas tentang perkembangan masyarakat dan perubahan dalam masyarakat.
Sebagai penemu ilmu masyarakat yang baru, Ibn Khaldun berusaha keras agar
objektif dalam memaparkan masyarakat ketimbang menemukan obat untuk
menyembuhkan “penyakit” masyarakat (Baali, 1989 : 191).
Dalam
pandangan Ibn Khaldun, gejala sosial mengikuti pola dan hukum tertentu, dan
dengan sendirinya akan menghasilkan akibat-akibat tertentu pula. Dikatakan
bahwa hukum-hukum sosial tidak hanya mengena pada perseorangan, tetapi pada
semua orang. Hukum-hukum sosial akan berlaku sama bagi masyarakat, meskipun
terpisah ruang dan waktu oleh karena itu hukum-hukum ini tidak dipengaruhi oleh
seseorang. Seorang pemimpin tidak dapat memperbaiki keadaan sosial, kalau tidak
mendapat dukungan dari masyarakat. Sebagai peletak dasar sosiologi, Ibn Khaldun
mempergunakan banyak metode dan teori untuk menjelaskan faktor yang ada dalam
masyarakat. Misalnya, bangsa terjajah akan meniru bangsa yang menjajah, karena
merasa bahwa kemenangan disebabkan oleh keunggulan, baik teknik maupun
lembaganya, dan hal itu perlu ditiru supaya yang terjajah juga mendapatkan
kesuksesan.Pokok pemikiran dari Ibn Khaldun terletak pada ’asabiyah atau
solidaritas sosial yang menjadi kodrat manusia yang tidak dapat hidup sendiri.
Manusia ialah makhluk sosial, oleh karena itu diperlukan suatu ikatan dalam
bentuk negara. Solidaritas sosial ini amat kuat pada masyarakat pengembara.
Negara dapat terbentuk dan menjadi kuat atas dasar solidaritas ini, tetapi
setelah terbentuk negara, berkuranglah ikatan solidaritas, karena adanya
kekuasaan yang harus dipatuhi. Dengan demikian tujuan dari solidaritas adalah
kekuasaan. Pada zaman keemasan ilmu pengetahuan, bangsa Arab menjadi pemimpin
dalam berbagai bidang ilmu. Dalam ilmu alam misalnya, istilah zenith, nadir dan
azimut membuktikan hal itu. Angka yang masih dipakai sampai sekarang, yang
berasal dari India telah dimasukkan ke Eropa oleh bangsa Arab.
Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar